Natuna dengan segala potensi memang sangat menjanjikan, bahkan semua yang ada di Indonesia , rasa-rasanya ada di Natuna. Bahkan dengan tanpa uang pun bisa hidup ( ye ke mbeeee....) kecuali pola hidup sudah terkontaminasi globalisasi yang menempatkan uang sebagai alat tukar yang harus ada pada setiap orang, terlepas dari besar kecilnya pendapatan.
Kembali ke masalah potensi Natuna, semua potensi yang ada selalu di dengungkan untuk segera di manfaatkan. Upaya yang telah dilakukan pun sudah menuju kearah yang diharapkan. Bidang industri kecil menengah adalah salah satu yang turut dikembangkan sesuai dengan skala yang ada. Ada komoditi kelapa, cengkeh, karet dan sebagainya. Potensi-potensi yang ada ini menjadi modal awal untuk dilaksnakan dengan berbagai harapan baru ke depan.
Di satu sisi kita dituntut untuk merespon akan potensi yang ada, respon bersambut baik, berbagai kegiatan yang menunjang industri kecil dan menengah dilakukan. Namun dalam perjalanannya banyak dihadapkan dengan kendala yang sifatnya bukan teknis, melainkan kesiapan dan pola pikir pelaku industri kecil menengah yang tidak sama . Hal ini tentu menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang dampak akhirnya adalah tidak tercapai tujuan yang diharapkan, kalau pun ada yang berjalan namun sangat kecil sekali...dan ini TANTANGAN. Kesimpulan yang didapat berkaitan dengan pengembangan industri kecil dan menengah antara lain :
1.Ada anggapan sebagian masyarakat bahwa dengan dibukanya suatu tempat pengolahan industri maka semua kebutuhan hidup mereka akan segera berubah, pandangan ini menempatkan pihak pembina sebagai individu yang harus bertanggung jawab penuh atas adanya pembukaan tempat pengolahan industri.
2.Pola pikir masyarakat yang tidaksama bahkan cenderung pesimistis, membawa mental yang cenderung pasif dan lebih menggantungkan kepada apa yang akan dilakukan oleh pihak pembina, dan hal ini menyebabkan semua aspek produksi menjadi tanggungjawab pembina, sehingga mengaburkan tujuan pemberdayaan masyarakat secara ekonomis.
3.Pola kerjasama dan dan rasa memiliki aset yang telah ada cenderung bersifat empati, hal ini merupakan preseden buruk bagi pola kinerja yang diharapkan kuat dan lebih kepada rasa ikut bertanggungjawab terhadap apa yang sudah diberikan, dan hal ini membawa kesan pihak pembina tidak bisa membangun
pola kerjasama yang kuat.
pola kerjasama yang kuat.
4. Tidak adanya jiwa menuju arah yang lebih baik dan cenderung menerima tanpa ada solusi, dan ha ini menyebabkan adanya citra yang tidak baik selaku individu yang mengusung program pengembangan industri .
5. Belum adanya pola pikir bisnis yang mengedepankan aspek ekonomi dalam pelaksanaanya, sehingga meyebabkan jiwa bisnis terkesan kolot, tidak administratif dan tidak mempunyai data yang kuat dalam negosiasi pada level transaksi.
Dengan melihat beberapa aspek pola pikir yang ada diatas, maka dampak pengembangan industri kecil dan menengah akan lamban dan cenderung pesimis. Sulit memang merubah pola pikir masyarakat yang sudah bertahun tahun tertanam seperti itu, sehingga apabila dibenturkan dengan pola kerja modern maka agak sulit untuk diterima bahkan sangat pasif ( Tantangan gw neeh...).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar